Kalangan Kampus, FKUB dan Pemerintah Sesalkan Kekerasan Antar Umat Beragama di Indonesia

Workshop umat beragama bagi mahasiswa
Workshop kerukunan umat beragama bagi mahasiswa

Polkedirikota – Untuk mencegah tindak kekerasan antar umat beragama di wilayah Kediri dan sekitarnya, Fakultas Hukum Uniska  bekerja sama dengan Forum kerukumanan Umat Beragama dan Pemerintah Kota Kediri menggelar Workshop di bertema mengembangkan budaya toleransi mencegah tindak kekerasan dalam kehidupan beragama, di kampus Uniska Kediri, Selasa (27/10).

Dalam kegiatan tersebut para perwakilan FKUB –PAUB-PK  dan tokoh agama juga bersikap dan mengutuk  kekerasan antar umat beragama yang terjadi di Indonesia.

Workshop diikuti 200 peserta dari  kalangan akademisi (mahasiswa dan dosen), tokoh umat beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu, dan Penghayat Kepercayaan, serta pejabat pemerintahan sipil maupun militer di wilayah eks Karesidenan Kediri.

Dua nara sumber sebagai pemateri workshop adalah Dr. H. Sholahuddin Fathurrahman, dengan materi membentuk jiwa toleransi dalam struktur sosial masyarakat dan  Dr. Timotius Kabul  yang membawakan materi  peranan tokoh agama dalam membangun toleransi kehidupan umat beragama.

Menurut ketua FKUB Kota Kediri Ma’ruf Anas mewakili Forum Komunikasi Umat beragama dan Paguyuban Antar Umar Beragama dan Penganunut Kepercayaan, meruncingnya situasi toleransi dalam kehidupan beragama yang terjadi belakangan ini, harus ditanggapi dengan serius. Kesadaran untuk menjaga kebersamaan dalam keberagaman dalam jiwa anak Bangsa perlu dipupuk dan senantiasa dikembangkan.

“Aksi pembakaran bangunan Masjid di Tolikara, pembakaran bangunan Gereja di Singkil Aceh, adalah salah satu potret hitam toleransi antar umat beragama di negara yang menjunjung tinggi Pancasila bukan hanya sebagai dasar negara saja. Pemahaman Pancasila harus dipahami secara menyeluruh”, ujar Ma’ruf Anas.

Tugas membangun kerukunan antar umat beragama tidak dapat dibebankan kepada pemerintah saja. Pemerintah harus aktif berperan sebagai motor penggerak tumbuhnya kesadaran toleransi dalam praktik pelaksanaan ibadah.

Ma’ruf menambahkan Indonesia bukanlah milik salah satu agama, atau suku atau kelompok tertentu. Indonesia adalah sebuah bangsa dan sekaligus negara dimana terdapat beraneka suku, kebudayaan, dan agama di dalamnya.

Kamajemukan inilah yang seharusnya menjadi salah satu pilar kokoh kekuatan Indonesia. Hal ini tentu saja dapat terwujud jika kita dapat memanfaatkan keberagaman tersebut sebagai sebuah kekuatan.

“Jika kita tidak mampu membangun aura positif dan merajut setiap perbedaan menjadi sebuah kekuatan positif, maka yang akan terjadi adalah bencana perpecahan dan pertikaian yang semakin merebak dan merajalela. Kami menyesalkan atas beberapa kejadian tersebut dan mengutuk keras,” ungkap  Ma’ruf

Peran serta pemerintah daerah juga harus lebih ditingkatkan dalam upaya menjaga keseimbangan kehidupan sosial masyrakat setempat. Pengambilan kebijakan berkaitan dengan kehidupan beragama harus mencerminkan sikap dan nilai luhur Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa dan negara.

“Pemuda sebagai penerus generasi perjuangan bangsa, dan cikal bakal ujung tombak pembangunan negara, harus memiliki kesadaran akan pentingnya sikap toleran dan saling menghargai setiap perbedaan. Jangan sampai generasi penerus kita nantinya tidak memiliki kemampuan dan kecerdasan untuk senantiasa membangun sikap toleransi dalam kehidupan beragama,” tandasnya.

Di akhir sambutannya Ma’ruf menegaskan bentuk proses penguatan toleransi hendaklah dilakukan secara menyeluruh dan berlangsung terus menerus. Pengenalan toleransi umat beragama harus dilakukan sejak dini dengan melibatkan setiap institusi pendidikan baik formal maupun non formal. Pemahaman toleransi harus ditanamkan sejak pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi.(res)

bagikan artikel ini.Share on Facebook0Share on Google+0Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn0